cerita diujung malam

 


Pertama kali 'Umrah'


Aku berdiri tepat didepan pelataran Masjidil Haram, masjid yang menjadi mimpi semua umat muslim untuk bisa sampai disini.

Lantunan ayat Quran terus menyambut tiada henti, bukan dari masjidnya, tapi dari para tamu Allah Taala.


Mereka semua tau bagaimana cara memikat hati Sang Illahi Rabbi, Sholatnya terus tanpa putus, bacaan Quran lantang dan bersautan, kalau bisa memilih, mungkin semua orang akan memutuskan untuk tinggal disini sampai ahir hayatnya.


"Dari mana mereka semua berasal?"

tanyaku dalam hati, ketika mataku tertuju pada satu keluarga berpakaian serba hitam, mereka terus berdzikir, mulutnya tak henti hentinya mengucapkan rasa syukur dan takjub saat masuk dalam pintu masuk Masjidil Haram, sang ibu menangis sesenggukan, laki laki tertuanya tertatih sambil memeluk erat semua anggota keluarganya, si mungil berparas cantik berlarian kesana kemari, tidak mengerti apa yang orang tuanya rasakan, yang dia tahu, dia bebas bermain di teras masjid dengan khas marmer Thassos nya.


Tidak hanya aku, tapi pasti semua orang hatinya sesak, penuh penyesalan dosa yang telah manusia perbuat, tangis dan haru meluap, setelah memikul banyak sekali kesulitan, disinilah tempat terbaik untuk berisirahat, rehat dari hiruk pikuk dunia.


Kalau difikir fikir lagi, gimana caranya bisa aku bisa mengumpulkan uang untuk sampai ke tanah suci Allah, hampir mustahil, tapi ternyata ini benar benar terjadi.


Aku tidak tau doa siapa yang terkabul, doa orang tua yang selalu melangit siang dan malam, atau doa dari banyak temen temen aku yang sering kali aku titipkan doa saat mereka berkunjung lebih awal dariku.


Setelah lama aku diam mematung, meluapkan semua berisiknya isi kepalaku, aku berjalan menuju ketempat awal tujuanku datang kemari, yaitu menjalankan ibadah Umrah, rangkaiannya panjang sekali.


Di jam setengah tujuh malam, tepat setelah sholat Magrib, kami memulai ibadah umrah. Hal pertama yang kami lakukan setelah mengambil miqat adalah Thawaf, mengelilingi Ka'bah selama tujuh kali putaran. 

Suasananya benar benar ramai, terhimpit adalah hal yang sangat biasa terjadi, berjejal antara laki laki perempuan dari semua sudut negara, keringat bercucuran tidak karuan, berebut mendapatkan posisi terbaik untuk menghadap Ka'bah, kalau sedikit saja aku lengah, entahlah apa yang akan terjadi ditengah kerumunan manusia saat ini.


Aku terus mengucap Talbiyah memandang dari kejauhan bangunan hitam setinggi kurang lebih tiga belas meter, yang menjadi titik kiblat sholatku selama dua puluh enam tahun, tangisku pecah tak terbendung.


Allahu akbar! 

Gemetar, badanku mendadak dingin diantara udara yang sedang menyembul panas, fikiranku terbata bata, membawa ke kisah bagaimana awal mula Ka'bah didirikan. 

Aku kehabisan kata, ini benar benar indah, luar biasa.


Terimakasih ya Allah!

Komentar