bandara dan kebahagiaanya

 


Satu persatu manusia datang dan pergi, bangku yang semula kosong terisi kembali lalu pergi dan terus berganti penghuni.

Dan aku masih saja duduk termenung menikmati waktu yang terus berubah dari terbitnya matahari pagi sampai dengan saat ini.


Hari ini aku akan kembali ke Cairo.

Hatiku berdetak, perasaan bercampur aduk masih belum bisa terkendali. Entahlah apa yang sebenarnya ada dalam fikiran, hanya ketakutan ketakutan yang sering membuat langkah menjadi berat untuk meninggalkan tanah kelahiran.


Sebenarnya aku terbang di jam setengah satu malam nanti, hanya saja aku datang lebih awal. Aku tiba di bandara jam lima pagi, alasan kendaraan yang menjadi penyebab utama, bus Damri yang biasa aku naiki hanya beroperasi jam delapan malam menuju terminal Gambir  , belum lagi perjalanan kurang lebih sembilan jam dari Bandar Lampung (tempatku tinggal) untuk menuju bandara Soekarno Hatta. 


Aku menikmati satu persatu keadaan disekelilingku, berbagai macam perasaan pecah menjadi satu ditempat ini.


Seorang laki laki tua seorang diri termenung diujung kursi ruang tunggu, menunggu jam keberangkatan, baju batik berwarna hijau terang menyala, syal dan nametag yang tak kalah ikut bersemangat bertulisan "Jamaah Umrah" menjadi kebanggaan dimasa tuanya, tangannya menggenggam erat tas yang berisi barang berharganya, wajahnya tampak bersemangat, tak sabar menuju Rumah Sang Pencipta.


Dari kejauhan, nampak seorang perempuan separuh baya memeluk putrinya dengan sangat erat, tangannya mengelus halus kepalanya, mengisyaratkan rasa cinta yang sangat dalam dari seorang ibu kepada putri cantiknya. Senyumnya tampak tenang, seolah ia tegar dengan kepergian anaknya, namun sesaat setelah sang putri memasuki pintu keberangkatan tangis perempuan tersebut pecah, matanya tak lagi mampu menahan gejolak cinta, buru buru tangannya menyeka air mata, tetap berusaha untuk terlihat tegar.


Dan tepat saat aku menulis tulisan ini, aku duduk tepat dibelakang rombongan keluarga besar yang akan berwisata ke negara dua benua, yaitu Turki.

Tawa dan bahagia jelas terpancar dari nuansanya, salah satu ibu tadi bilang bahwa mereka ingin sekali menikmati Turki dengan anak menantu dan juga cucunya, ah masa tua yang sangat menyenangkan.


Disini aku mengerti, bahwa banyak sekali cara untuk menikmati kebahagiaan. 

Dan selalu bersyukur adalah kunci utama dalam kenikmatan Tuhan yang tiada tara. 


Begitulah kira kira.

Komentar